Selasa, 21 Juni 2016

Dibalik Hujan (Late Post)



Serpihan goresan hidup mengusik, telusuri letaknya hati manusia yang konon rentan itu, sebab mudah retak.

Ketika langkah demi langkah yang pernah diusung berganti cerita lain berujung usang.

Hanya tersisa sebaris cerita, terbenam dipintal kenangan. 
     
Hatimu lukakah? Seperti luka yang menggerus bagian lain dalam dada saya, yang entah dimana letaknya itu, serupa menguliti perih tak terperi.

Garis petir membelah langit, bukan untuk mengundang jerit kan? Ada bisikan yang bilang begitu

Mungkinkah pertanda baik? Sebab tak menjerit pada luka berarti ada sabar yang membalut luka itu sedemikian apik. Iya, mungkin begitu.

Sebab Kilatan petir hanyalah bagian partikel konsiden yang jatuhkan mendung kelam berganti titik-titik air yang kita sebut hujan.

Bila airnya telah luruh pun meruah, basahi tanah bumi yang sempat retak karena kering.

Berganti di haluan mata menelik anggun di atas horizon,  partikel lain dengan keindahan warnanya tiada tara, indah tersuguh di pelupuk mata. Kita sebut pelangi

Sudahlah risau jangan lagi berlarut merajai hatimu yang lapang, pun hatiku. Mungkin itu sebaiknya.

Sebab di balik getir kemelut hidup yang membuat kita tertatih masih ada secerca harap kan? Menghapus derai air mata, mengobati  luka menganga.  

Berganti semerbak senyum tersungging manja meredam jiwa nestapa.

Taukah? Mungkin ini masih masa-masa menanti pelangi itu, entah masih dalam rasa berkabung kilat atau gigil nyaris beku sebab hujan yang perih itu masih saja mengguyur disini.

***
18 januari 2016, di Jantung kota Maros, bersama hujan.