Kamis, 31 Desember 2015

Ira's Day


Memulai bulan desember kali ini dengan merancang sebuah surprise. Berdasarkan ide dari kakak yang familiyar disapa kak Alif. Pria berkaca mata berwajah oriental dengan potongan  rambut cepak ala militer.
Mengusung aksi ngetrip dari jantung kota Maros  dengan sebuah kue tart lantas membawa kami ke Kab. Sinjai. Kabupaten Sinjai sendiri adalah salah satu Daerah Tingkat II di provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Kota Sinjai berjarak sekitar kurang lebih 220 km dari kota Makassar. Kabupaten berlambang kepala kuda ini memiliki luas wilayah 819,96 km persegi. Tapi, bukan sekelumit info geografis itu yang hendak saya bagi berpanjang lebar. Melainkan perjalanan kami yang mengasyikkan, sekaligus berujung piknik dadakan.
Sebagai teman sekaligus rekan organisasi, kami sudah seperti keluarga. Banyak momen-momen yang sengaja kami usung guna merekatkan ikatan silaturahim dan persaudaraan diantara kami. Seperti diselasa awal bulan Desember ba’da ashar. Dengan Driver handal kami kali ini. Kak Yudis. Pria bertubuh jangkung dengan rambut belah samping dan sedikit jambul. Menyukai hoby yang ekstrem, semisal manjat tebing dan sangat atraktif. Merupakan aksi perdananya menyetir Suzuki APV berkapasitas mesin 1600cc berwarna abu-abu basah sejauh kurang lebih 260 km.
Udara dingin membungkus sore dipadu gerimis pasca hujan menemani perjalanan kami. Macet tak kepalang tanggung pun berhasil membikin kami tertahan telak sampai magrhib diarea Perintis sampai Pettarani. Kami menikmati perjalanan dengan banyak bercerita, mengomentari macet dan penyebab macet tanpa memberi solusi. Mendengarkan pengalaman seru dan mendebarkan dari kak Alif saat bertanding di Mamuju sebagai atlet Bridge. Lantas berselfie ria dengan android samsung galxay J1 mlik Kak Ika. Lengkap dengan pemegang tonsis paling setia. Perempuan bertubuh padat berisi dan berkulit kuning langsat. Kyna.
Diarea Pettarani depan UNM phinisi’ satu orang lagi rekan kami temui. Alias minta dijemput di situ. Adalah kak Galih, dengan tatanan rambut belah samping ala anak kantoran di balut jaket parasut berwarna hitam, berdiri gontai menunggu kami di bawah rintik dengan suhu udara 25 derajat celcius. Tidak butuh waktu lama untuk kami bertemu setelah saling kontak dengan telepon di alamat yang disepakati. Kak Galih lantas segera naik ke atas mobil dan memilih duduk dijok belakang bersama tas ransel yang mendekap dibalik punggungnya yang bidang. Perjalanan kami pun berlanjut menembus macet di bawah langit mendung Makassar dipadu gerimis.
Petang hari melesap cepat ke dalam malam terbingkai dibalik kaca jendela mobil. Sepotong bulan tanpa titik-titik penghias langit mengintip. Sepanjang laju perjalanan, kami giat bertukar cerita. Saling menyambung argumen terhadap sebuah opini. Bercanda ringan mengundang riuh memenuhi setiap sudut mobil. Atau memilih sekedar melempar pandang ke luar kaca jendela mobil yang diturunkan. Angin malam yang sepoi seolah saling berebutan masuk ke dalam mobil. Mata saya mengamati pengguna jalan dengan suara mesin kendaraan di luar yang berderum di gendang telinga.  Sesekali aroma amis dan benda cair premium menusuk hidung ketika melewati jalanan yang padat serupa pasar di pinggir jalan. Nampak para pengguna jalan yang berseliweran di sepanjang pinggir jalan dihujani terpaan bermacam watt lampu dari segala sudut penjuru jalan di kota. Di sekitar kabupaten Gowa, tepatnya di jembatan kembar, nampak bergelimang lampu-lampu penghias jalan menguasai ekor mata.
Selepas isya, mobil meluncur memasuki Kab Jeneponto dengan lenggangnya. Semburat awan di langit pekat mengundang sendu. Kami bersepakat menyempatkan singgah di warung pinggir jalan untuk makan malam. Hanya butuh 15 menit saja untuk menunggu pemilik warung menyiapkan hidangan yang kami pesan tersaji di depan mata. Kami duduk berhadap-hadapan di bangku kayu memanjang dengan sisi sama panjang. Warung makan itu seolah jadi milik kami, sebab hanya kami saja pengunjung saat itu menyantap hidangan dengan lahapnya, pun nyaris berkeringat. Penganan sambal ulek pedas beraroma jeruk purut, dan ayam goreng berteman sepiring nasi putih yang gurih, berhasil membikin kami kenyang dan nyaris membuat salah satu rekan kami tambah nasi 2 piring lagi. Alhamdulillah. Bay the way kak Alif yang traktir.
Setelah ritual mengisi kampung tengah usai, kami yang dalam kondisi stabil, melanjutkan perjalanan. Sepanjang perjalanan setelah kenyang, kami  justru tenggelam dalam dimensi dan alur pikiran masing-masing. Sibuk menyentuh layar gadget dengan lincah. Membalas chat yang bercokol di line atau sekedar menulis status di bbm. Kak Yudis tetap fokus menyetir dengan hati-hati menembus gelapnya malam. Mobil-mobil truk yang mengangkut bahan timbunan dari daerah saling lambung melesap gesit dari samping mobil APV yang kami tumpangi di aspal yang mulus. Tagline di bawah roda belakang truk terkadang memamerkan kalimat dan gambar yang menggelitik. Nyaris menguasai layar kaca mobil bagian depan. Tetiba memunculkan alibi di benak kami, mencipta perbincangan yang terkadang nyeleneh. Lantas mengundang tawa ribut kami seketika. Sedang Kak Ika dengan sifat keibuan yang dimilikinya, fokus sendiri pada kue tart yang sedari tadi dijaga dan diawasinya agar tak ronjok. Sikapnya itu berhasil menyita perhatian kami. Kue saja disayang apalagi anak sendiri. Goda kami.
Sepanjang perjalanan Bantaeng dan bulukumba, kami sudah benar-benar tak banyak ribut bercerita. Hanya kak Alif yang setia mengulas cerita dibagian depan sekaligus menjadi navigator menemani sang driver agar tak suntuk berkendara. Sesekali menyesap kopi dengan hikmat hingga tandas dari penutup termos aluminium yang dijadikan gelas. Sementara kami yang tenggelam dalam diam duduk di jok tengah dan belakang. Nampak dirundung kantuk hingga tertidur pulas dan tiba-tiba terbangun lantas bertanya. Sudah dimana ini?!
Berselang waktu menyusuri jalanan di sepanjang jalan yang lenggang, laju perjalanan berkelok-kelok mulai terasa. Roda mobil berputar mengikut alur menurun dan menanjak membuat mata kami yang sedari tadi diterpa kantuk kembali cerlang. Tepatnya sudah memasuki wilayah Sinjai Borong. Kak Ika yang bertubuh subur bersama Kayna yang memiliki tinggi 150 cm itu duduk di bagian tengah. Mengapit kue tart yang dibungkus oleh bungkusan berwarna merah begitu apik. Sementara saya bersama kak Galih. Lelaki berkaca mata dengan tinggi menjulang. Duduk di bagian jok belakang. Kami menikmati keloknya perjalanan khas kecamatan Borong dengan ditemani alunan koleksi lagu dari smartphone. See u Again Soudtrack Film Fast and Furious 7 menemani ritme keloknya perjalanan kami. 

It’s been a long day without you my friend
And I’ll tell you all about it when a see you again
We’ve come a long way from where  we began
Oh i’ll tell you all about it when i see you again
When I see you again
(wiz khalifa)
***

Tepat pukul 23:55 waktu Indonesia Tengah, kami sampai di lokasi. Suasana sudah pasti sangat sepi. Sudah tak ada lagi manusia-manusia berlalu lalang. Sinjai Borong Desa Biji Nangka ini merupakan dataran tinggi dengan panorama pepohonan yang asri dan bebas polusi. Tak heran, jika udara dingin mulai menyapa kulit terluar. Setelah mobil benar-benar terparkir di depan rumah yang kami tuju, kami lekas berhamburan keluar dari mobil dengan sangat hati-hati. Takut ketahuan tepatnya.
Rumah permanen bercat kuning pastel dengan pot-pot bunga berjejer lengkap bunga yang terpangkas rapi di teras yang minimalis itu terlihat sepi dan hanya lampu teras menyala remang. Samar-samar, saya melihat Bunga kamboja tumbuh subur menghias pagar yang bercat senada dengan cat rumah. Kami bergegas. Tibalah saatnya kue tart yang sedari tadi dijaga ekstra hati-hati oleh kak Ika, di keluarkan dari bungkusan yang teramat apik. Lilin, pisau sudah disiapkan. Korek api juga. Aksi surprise dimulai.
Dengan modal nekat, kami mengetok pintu perlahan disertai salam. Tidak semua, kak Galih dan Kak Ika yang mengetok. Saya dan Kayna hanya nimbrung berdiri di belakang sambil menjinjing tas bawaan untuk persiapan nginap. (Kan ngak mungkin setelah aksi kejutan langsung pulang). Sementara kak Yudis dengan tubuh semampai yang dimilikinya bertugas menutupi kak Alif yang bersembunyi memegang kue ultah dengan perasaan yang campur aduk. Deg degan sekaligus bahagia barangkali. Hehehe.
Isi rumah seolah tak bergeming ketika sekali dua kali ketukan pintu memecah hening. Kami saling bertatapan. Kembali menyadari bahwa maklumlah, malam sudah amat larut. Seorang dari kami berinisiatif memanggil nama yang mau diberi surprise. Tak lama lampu dari dalam menyala, suara engsel pintu terdengar gemelutuk. Pintu terbuka perlahan. Hati kami tiba-tiba berdebar hebat. Seorang perempuan bertubuh mungil mengenakan baju tidur dan mukenah putih, dengan mata 5 watt menyambut kami dengan tatapan pangling. Perempuan mungil itu speacless, dengan pipi bersemu. Digosok-gosoknya matanya yang masih dirundung kantuk sebelum menjatuhkan tubuhnya dengan malas ke sofa yang tertata rapi di ruang tamu yang berukuran 4 X 6. Sembari dengan kening mengernyit heran, menyakinkan diri bahwa itu bukanlah sebuah mimpi tengah malam yang membuatnya nyaris tak percaya. Kami dibuat tertawa geli melihat ekpresi kakak mungil satu ini, seolah bangga membumbung tinggi sebab telah berhasil memberi surprise. Alhamdulillah kami telah sampai di kediaman Kak  Ira yang nyaman. Desain dan tatanan prabot rumah yang elegan seolah menyambut kami dengan ramah. Keluarlah suara kami spontan menyanyikan sebuah lagu kebahagiaan, seolah lupa bahwa ini sudah larut malam. Suasana semakin dipertegas dengan lagu Jamrud yang fenomenal dari zaman ke zaman. Selamat Ulang Tahun.
Kak Alif dengan enerjik seolah tak pernah mengantuk, sebab sudah menghabiskan separuh Cappucino mocca dari termos minimalis kebanggaannya. Masuk ke dalam ruang tamu dengan kue tart bertumpu di kedua belah tangannya. Sebuah kue Tart didesain dengan boneka berseragam kaos merah AON yang merupakan kaos kebanggan Club sepak bola Inggris. Mancester United. (Sekedar Info, Kak Ira adalah pecinta Club MU) Boneka berkaos tersebut memakai kerudung lengkap dengan bros bunga, menambah kesan feminim. Memegang bunga violet  dan bersepatu. Berdiri anggun di atas rumput datar menghijau. Dipadu dua batang lilin berbentuk bola yang hampir meleleh semua, sebab tadi terlalu lama pintu rumah ditunggu terbuka. Disamping gambar boneka yang dilukis dengan cream gula dan mentega itu bertuliskan, “Barakallah lakk Munashirah.”
(Ada yang mau coba rasanya? Silahkan. Setelah prosesi tiup lilin yah)
            Masih dalam suasana hati yang speacless bercampur bahagia, di bawah lampu pijar 40 watt yang terang, kak Ira lantas terpekur dalam gumam do’a. Merampungkan energi positif. Sepaket harapan yang baik-baik semoga melingkupinya dalam umur yang barokah. Sekaligus ungkapan syukur atas nikmat kesempatan hidup yang masih ditorehkan hingga detik demi detik yang tak dapat terukur, pun tak terhitung. Sebab, apatah kita sebagai manusia biasa, terkadang tak luput dari lalai dalam mengoptimalkan kesempatan hidup yang masih di berikan. Pun dalam soal rutinitas dan pekerjaan yang seringkali membuat kita kalap. Tampa kembali merivisi niat yang sudah barang tentu menjadi point penting dalam setiap tindak tanduk kita.
            Saya jadi teringat dengan salah satu ungkapan yang sangat populer di masyarakat. Sangking  populernya, dianggap sebagai hadits Nabi saw.  Dimana seringkali di ungkap dan memiliki makna yang mengena. Ungkapan tersebut berbunyi seperti ini. “Bekerjalah engkau untuk kepentingan duniamu seakan-akan engkau akan hidup selamanya, dan bekerjalah engkau untuk kepentingan akhiratmu seakan-akan engkau akan mati besok”
Ungkapan tersebut adalah perkataan seorang sahabat Nabi yang bernama Abdullah bin Amr bin al-Ash radiyallahu anhu. Makna ungkapan beliau, artinya mengisyaratkan perbuatan apapun yang bernilai akhirat, maka itu perlu diprioritaskan. Tentu saja dengan niat yang benar. Jadi, ungkapan tersebut hanya soal perbandingan dunia dan akhirat. Perlu juga dipahami bahwa masalah keduniaan tidaklah melulu perkara dunia semata, dan masalah keakhiratan tidak selalu soal akhirat. Bisa jadi, suatu perbuatan kelihatannya dunia, namun sebenarnya ia bernilai akhirat. Begitu pun sebaliknya.
Lantas tak berlebihan rasanya, jika kemudian aksi kami memberi kejutan ini semata-mata dibarengi niat atas wujud rasa syukur. Sebab nikmat sehat dan berkah hidup yang masih Allah berikan kepada saudari kami. Ya, sekaligus ajang silaturahim. Berkunjung, dan mengunjungi handai taulan kami. Sebab, suatu kebahagiaan tak terkira ketika kita dipertemukan dalam satu momen yang sama. Merasakan ritme dan alur suasana yang sama. Juga mengamini do’a-do’a kebaikan bersama-sama.
 Sebagian penghuni rumah, saudara dan orang tua kak Ira tak mempersoalkan kedatangan kami yang tiba-tiba di tengah malam dingin seperti ini. Mereka malanjutkan tidur dengan tenang selepas terbangun, menerima maaf kami dengan mahfum sebab keributan yang tercipta.  Kami  menikmati suasana yang tersuguhkan di ruang tamu disisa larut malam dengan tersenyum sumringah. Saling mengejek tingkah laku satu sama lain dalam suasana yang hangat dan bersahabat. Menggodai kak Ira yang lanjut duduk malas setelah berdoa sambil tak henti berdumal. Kami menerima ocehan kak Ira yang diganggu tidurnya dan masih belum percaya hingga mengundang tawa ringan kami memenuhi setiap sudut ruangan disela rihlah pasca surprise. Perjalanan yang memakan waktu selama enam jam seolah terbayar. Driver kami yang baru pertama kali mengendarai mobil sejauh ini patut di apresiasi, merupakan ujung tombak atas keselamatan kami. Bay The Way, sebaris do’a telah diaminkan, lilin sudah ditiup. Song Legendaris Jamrud sudah tamat tiga kali putar. Saatnya mencicipi kuee.  Barakallah lakk  Kak Munashirah...
1 Desember 2015 






           
           







Tidak ada komentar:

Posting Komentar