Memulai
bulan desember kali ini dengan merancang sebuah surprise. Berdasarkan ide dari kakak yang familiyar disapa kak Alif. Pria berkaca mata berwajah oriental dengan
potongan rambut cepak ala militer.
Mengusung aksi ngetrip dari jantung kota Maros dengan sebuah kue tart lantas membawa kami ke Kab. Sinjai. Kabupaten Sinjai sendiri adalah salah satu Daerah Tingkat II di provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Kota Sinjai berjarak sekitar kurang lebih 220 km dari kota Makassar. Kabupaten berlambang kepala kuda ini memiliki luas wilayah 819,96 km persegi. Tapi, bukan sekelumit info geografis itu yang hendak saya bagi berpanjang lebar. Melainkan perjalanan kami yang mengasyikkan, sekaligus berujung piknik dadakan.
Mengusung aksi ngetrip dari jantung kota Maros dengan sebuah kue tart lantas membawa kami ke Kab. Sinjai. Kabupaten Sinjai sendiri adalah salah satu Daerah Tingkat II di provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Kota Sinjai berjarak sekitar kurang lebih 220 km dari kota Makassar. Kabupaten berlambang kepala kuda ini memiliki luas wilayah 819,96 km persegi. Tapi, bukan sekelumit info geografis itu yang hendak saya bagi berpanjang lebar. Melainkan perjalanan kami yang mengasyikkan, sekaligus berujung piknik dadakan.
Sebagai
teman sekaligus rekan organisasi, kami sudah seperti keluarga. Banyak
momen-momen yang sengaja kami usung guna merekatkan ikatan silaturahim dan
persaudaraan diantara kami. Seperti diselasa awal bulan Desember ba’da ashar. Dengan Driver handal kami kali ini. Kak Yudis. Pria bertubuh jangkung dengan rambut
belah samping dan sedikit jambul. Menyukai hoby yang ekstrem, semisal manjat
tebing dan sangat atraktif. Merupakan aksi perdananya menyetir Suzuki APV berkapasitas
mesin 1600cc berwarna abu-abu basah sejauh kurang lebih 260 km.
Udara
dingin membungkus sore dipadu gerimis pasca hujan menemani perjalanan kami.
Macet tak kepalang tanggung pun berhasil membikin kami tertahan telak sampai
magrhib diarea Perintis sampai Pettarani. Kami menikmati perjalanan dengan
banyak bercerita, mengomentari macet dan penyebab macet tanpa memberi solusi.
Mendengarkan pengalaman seru dan mendebarkan dari kak Alif saat bertanding di
Mamuju sebagai atlet Bridge. Lantas
berselfie ria dengan android samsung
galxay J1 mlik Kak Ika. Lengkap dengan pemegang tonsis paling setia. Perempuan
bertubuh padat berisi dan berkulit kuning langsat. Kyna.
Diarea Pettarani depan UNM phinisi’ satu orang lagi rekan kami temui. Alias minta
dijemput di situ. Adalah kak Galih, dengan tatanan rambut belah samping ala
anak kantoran di balut jaket parasut berwarna hitam, berdiri gontai menunggu
kami di bawah rintik dengan suhu udara 25 derajat celcius. Tidak butuh waktu
lama untuk kami bertemu setelah saling kontak dengan telepon di alamat yang
disepakati. Kak Galih lantas segera naik ke atas mobil dan memilih duduk dijok
belakang bersama tas ransel yang mendekap dibalik punggungnya yang bidang. Perjalanan
kami pun berlanjut menembus macet di bawah langit mendung Makassar dipadu
gerimis.
Petang
hari melesap cepat ke dalam malam terbingkai dibalik kaca jendela mobil. Sepotong
bulan tanpa titik-titik penghias langit mengintip. Sepanjang laju perjalanan, kami
giat bertukar cerita. Saling menyambung argumen terhadap sebuah opini. Bercanda
ringan mengundang riuh memenuhi setiap sudut mobil. Atau memilih sekedar melempar
pandang ke luar kaca jendela mobil yang diturunkan. Angin malam yang sepoi seolah
saling berebutan masuk ke dalam mobil. Mata saya mengamati pengguna jalan dengan
suara mesin kendaraan di luar yang berderum di gendang telinga. Sesekali aroma amis dan benda cair premium
menusuk hidung ketika melewati jalanan yang padat serupa pasar di pinggir
jalan. Nampak para pengguna jalan yang berseliweran di sepanjang pinggir jalan
dihujani terpaan bermacam watt lampu dari segala sudut penjuru jalan di kota. Di
sekitar kabupaten Gowa, tepatnya di jembatan kembar, nampak bergelimang
lampu-lampu penghias jalan menguasai ekor mata.
Selepas
isya, mobil meluncur memasuki Kab Jeneponto dengan lenggangnya. Semburat awan di langit pekat mengundang sendu. Kami bersepakat menyempatkan singgah di warung
pinggir jalan untuk makan malam. Hanya butuh 15 menit saja untuk menunggu pemilik
warung menyiapkan hidangan yang kami pesan tersaji di depan mata. Kami duduk
berhadap-hadapan di bangku kayu memanjang dengan sisi sama panjang. Warung
makan itu seolah jadi milik kami, sebab hanya kami saja pengunjung saat itu
menyantap hidangan dengan lahapnya, pun nyaris berkeringat. Penganan sambal
ulek pedas beraroma jeruk purut, dan ayam goreng berteman sepiring nasi putih
yang gurih, berhasil membikin kami kenyang dan nyaris membuat salah satu rekan
kami tambah nasi 2 piring lagi. Alhamdulillah. Bay the way kak Alif yang traktir.
Setelah
ritual mengisi kampung tengah usai, kami yang dalam kondisi stabil, melanjutkan
perjalanan. Sepanjang perjalanan setelah kenyang, kami justru tenggelam dalam dimensi dan alur pikiran
masing-masing. Sibuk menyentuh layar gadget
dengan lincah. Membalas chat yang
bercokol di line atau sekedar menulis
status di bbm. Kak Yudis tetap fokus
menyetir dengan hati-hati menembus gelapnya malam. Mobil-mobil truk yang
mengangkut bahan timbunan dari daerah saling lambung melesap gesit dari samping
mobil APV yang kami tumpangi di aspal yang mulus. Tagline di bawah roda belakang truk terkadang memamerkan kalimat
dan gambar yang menggelitik. Nyaris menguasai layar kaca mobil bagian depan.
Tetiba memunculkan alibi di benak kami, mencipta perbincangan yang terkadang nyeleneh. Lantas mengundang tawa ribut
kami seketika. Sedang Kak Ika dengan sifat keibuan yang dimilikinya, fokus sendiri
pada kue tart yang sedari tadi dijaga dan diawasinya agar tak ronjok. Sikapnya
itu berhasil menyita perhatian kami. Kue saja disayang apalagi anak sendiri.
Goda kami.
Sepanjang
perjalanan Bantaeng dan bulukumba, kami sudah benar-benar tak banyak ribut bercerita.
Hanya kak Alif yang setia mengulas cerita dibagian depan sekaligus menjadi navigator menemani sang driver agar tak suntuk berkendara. Sesekali menyesap kopi dengan hikmat
hingga tandas dari penutup termos aluminium yang dijadikan gelas. Sementara
kami yang tenggelam dalam diam duduk di jok tengah dan belakang. Nampak dirundung
kantuk hingga tertidur pulas dan tiba-tiba terbangun lantas bertanya. Sudah dimana ini?!
Berselang
waktu menyusuri jalanan di sepanjang jalan yang lenggang, laju perjalanan
berkelok-kelok mulai terasa. Roda mobil berputar mengikut alur menurun dan menanjak
membuat mata kami yang sedari tadi diterpa kantuk kembali cerlang. Tepatnya
sudah memasuki wilayah Sinjai Borong. Kak Ika yang bertubuh subur bersama Kayna
yang memiliki tinggi 150 cm itu duduk di bagian tengah. Mengapit kue tart yang
dibungkus oleh bungkusan berwarna merah begitu apik. Sementara saya bersama kak
Galih. Lelaki berkaca mata dengan tinggi menjulang. Duduk di bagian jok
belakang. Kami menikmati keloknya perjalanan khas kecamatan Borong dengan ditemani alunan koleksi lagu dari smartphone.
See u Again Soudtrack Film Fast and Furious 7 menemani ritme keloknya
perjalanan kami.
It’s been a long day without you my
friend
And I’ll tell you all about it when
a see you again
We’ve come a long way from
where we began
Oh i’ll tell you all about it when
i see you again
When I see you again
(wiz khalifa)
***
Tepat
pukul 23:55 waktu Indonesia Tengah, kami sampai di lokasi. Suasana sudah pasti
sangat sepi. Sudah tak ada lagi manusia-manusia berlalu lalang. Sinjai Borong
Desa Biji Nangka ini merupakan dataran tinggi dengan panorama pepohonan yang
asri dan bebas polusi. Tak heran, jika udara dingin mulai menyapa kulit terluar.
Setelah mobil benar-benar terparkir di depan rumah yang kami tuju, kami lekas
berhamburan keluar dari mobil dengan sangat hati-hati. Takut ketahuan tepatnya.
Rumah
permanen bercat kuning pastel dengan pot-pot bunga berjejer lengkap bunga yang
terpangkas rapi di teras yang minimalis itu terlihat sepi dan hanya lampu teras
menyala remang. Samar-samar, saya melihat Bunga kamboja tumbuh subur menghias
pagar yang bercat senada dengan cat rumah. Kami bergegas. Tibalah saatnya kue
tart yang sedari tadi dijaga ekstra hati-hati oleh kak Ika, di keluarkan dari
bungkusan yang teramat apik. Lilin, pisau sudah disiapkan. Korek api juga. Aksi
surprise dimulai.
Dengan
modal nekat, kami mengetok pintu perlahan disertai salam. Tidak semua, kak
Galih dan Kak Ika yang mengetok. Saya dan Kayna hanya nimbrung berdiri di
belakang sambil menjinjing tas bawaan untuk persiapan nginap. (Kan ngak mungkin
setelah aksi kejutan langsung pulang). Sementara kak Yudis dengan tubuh semampai
yang dimilikinya bertugas menutupi kak Alif yang bersembunyi memegang kue ultah
dengan perasaan yang campur aduk. Deg degan sekaligus bahagia barangkali.
Hehehe.
Isi
rumah seolah tak bergeming ketika sekali dua kali ketukan pintu memecah hening.
Kami saling bertatapan. Kembali menyadari bahwa maklumlah, malam sudah amat
larut. Seorang dari kami berinisiatif memanggil nama yang mau diberi surprise. Tak lama lampu dari dalam
menyala, suara engsel pintu terdengar gemelutuk. Pintu terbuka perlahan. Hati
kami tiba-tiba berdebar hebat. Seorang perempuan bertubuh mungil mengenakan baju
tidur dan mukenah putih, dengan mata 5 watt menyambut kami dengan tatapan pangling.
Perempuan mungil itu speacless, dengan
pipi bersemu. Digosok-gosoknya matanya yang masih dirundung kantuk sebelum
menjatuhkan tubuhnya dengan malas ke sofa yang tertata rapi di ruang tamu yang
berukuran 4 X 6. Sembari dengan kening mengernyit heran, menyakinkan diri bahwa
itu bukanlah sebuah mimpi tengah malam yang membuatnya nyaris tak percaya. Kami
dibuat tertawa geli melihat ekpresi kakak mungil satu ini, seolah bangga
membumbung tinggi sebab telah berhasil memberi surprise. Alhamdulillah kami telah sampai di kediaman Kak Ira yang nyaman. Desain dan tatanan prabot
rumah yang elegan seolah menyambut kami dengan ramah. Keluarlah suara kami
spontan menyanyikan sebuah lagu kebahagiaan, seolah lupa bahwa ini sudah larut malam.
Suasana semakin dipertegas dengan lagu Jamrud yang fenomenal dari zaman ke
zaman. Selamat Ulang Tahun.
Kak
Alif dengan enerjik seolah tak pernah mengantuk, sebab sudah menghabiskan separuh Cappucino mocca dari termos minimalis
kebanggaannya. Masuk ke dalam ruang tamu dengan kue tart bertumpu di kedua belah
tangannya. Sebuah kue Tart didesain dengan boneka berseragam kaos merah AON
yang merupakan kaos kebanggan Club sepak bola Inggris. Mancester United. (Sekedar
Info, Kak Ira adalah pecinta Club MU) Boneka berkaos tersebut memakai kerudung
lengkap dengan bros bunga, menambah kesan feminim. Memegang bunga violet dan bersepatu. Berdiri anggun di atas rumput
datar menghijau. Dipadu dua batang lilin berbentuk bola yang hampir meleleh
semua, sebab tadi terlalu lama pintu rumah ditunggu terbuka. Disamping gambar
boneka yang dilukis dengan cream gula dan mentega itu bertuliskan, “Barakallah lakk Munashirah.”
(Ada yang mau coba
rasanya? Silahkan. Setelah prosesi tiup lilin yah)
Masih dalam suasana hati yang speacless bercampur bahagia, di bawah lampu pijar 40 watt yang
terang, kak Ira lantas terpekur dalam gumam do’a. Merampungkan energi positif.
Sepaket harapan yang baik-baik semoga melingkupinya dalam umur yang barokah.
Sekaligus ungkapan syukur atas nikmat kesempatan hidup yang masih ditorehkan hingga
detik demi detik yang tak dapat terukur, pun tak terhitung. Sebab, apatah kita
sebagai manusia biasa, terkadang tak luput dari lalai dalam mengoptimalkan
kesempatan hidup yang masih di berikan. Pun dalam soal rutinitas dan pekerjaan
yang seringkali membuat kita kalap. Tampa kembali merivisi niat yang sudah
barang tentu menjadi point penting dalam setiap tindak tanduk kita.
Saya jadi teringat dengan salah satu ungkapan yang sangat
populer di masyarakat. Sangking
populernya, dianggap sebagai hadits Nabi saw. Dimana seringkali di ungkap dan memiliki
makna yang mengena. Ungkapan tersebut berbunyi seperti ini. “Bekerjalah engkau untuk kepentingan duniamu
seakan-akan engkau akan hidup selamanya, dan bekerjalah engkau untuk
kepentingan akhiratmu seakan-akan engkau akan mati besok”
Ungkapan
tersebut adalah perkataan seorang sahabat Nabi yang bernama Abdullah bin Amr
bin al-Ash radiyallahu anhu. Makna
ungkapan beliau, artinya mengisyaratkan perbuatan apapun yang bernilai akhirat,
maka itu perlu diprioritaskan. Tentu saja dengan niat yang benar. Jadi,
ungkapan tersebut hanya soal perbandingan dunia dan akhirat. Perlu juga
dipahami bahwa masalah keduniaan tidaklah melulu perkara dunia semata, dan
masalah keakhiratan tidak selalu soal akhirat. Bisa jadi, suatu perbuatan
kelihatannya dunia, namun sebenarnya ia bernilai akhirat. Begitu pun
sebaliknya.
Lantas
tak berlebihan rasanya, jika kemudian aksi kami memberi kejutan ini semata-mata
dibarengi niat atas wujud rasa syukur. Sebab nikmat sehat dan berkah hidup yang
masih Allah berikan kepada saudari kami. Ya, sekaligus ajang silaturahim.
Berkunjung, dan mengunjungi handai taulan kami. Sebab, suatu kebahagiaan tak
terkira ketika kita dipertemukan dalam satu momen yang sama. Merasakan ritme
dan alur suasana yang sama. Juga mengamini do’a-do’a kebaikan bersama-sama.
Sebagian penghuni
rumah, saudara dan orang tua kak Ira tak mempersoalkan kedatangan kami yang
tiba-tiba di tengah malam dingin seperti ini. Mereka malanjutkan tidur dengan
tenang selepas terbangun, menerima maaf kami dengan mahfum sebab keributan yang
tercipta. Kami menikmati suasana yang tersuguhkan di ruang
tamu disisa larut malam dengan tersenyum sumringah. Saling mengejek tingkah
laku satu sama lain dalam suasana yang hangat dan bersahabat. Menggodai kak Ira
yang lanjut duduk malas setelah berdoa sambil tak henti berdumal. Kami menerima
ocehan kak Ira yang diganggu tidurnya dan masih belum percaya hingga
mengundang tawa ringan kami memenuhi setiap sudut ruangan disela rihlah pasca surprise. Perjalanan yang memakan
waktu selama enam jam seolah terbayar. Driver kami yang baru pertama kali
mengendarai mobil sejauh ini patut di apresiasi, merupakan ujung tombak atas
keselamatan kami. Bay The Way,
sebaris do’a telah diaminkan, lilin sudah ditiup. Song Legendaris Jamrud sudah tamat tiga kali putar. Saatnya
mencicipi kuee. Barakallah lakk Kak Munashirah...
![]() |
| 1 Desember 2015 |

Tidak ada komentar:
Posting Komentar