Tak ada yang istimewa dari dirinya,
penampilan sederhana ala anak kuliahan yang bersahaja.
Kemeja murahan yang tak banyak jumlahnya selalu ia kenakan bergantian agar terlihat lebih formal. Plus celana kain yang warnanya mulai memudar. Tubuhnya yang tinggi kurus menegaskan kesan betapa suka duka yang menerpa adalah sebuah perjuangan mutlak seorang mahasiswa yang harus merasakan makan saja susah. Namun, ia menganggap semua itu sebuah berkah dari Allah Swt atas kegigihannya selama ini. Setidaknya ia dapat mengenyam pendidikan di bangku kuliah berkat beasiswa. Masterpiece seorang mahasiswa sederhana bermental baja.
Kemeja murahan yang tak banyak jumlahnya selalu ia kenakan bergantian agar terlihat lebih formal. Plus celana kain yang warnanya mulai memudar. Tubuhnya yang tinggi kurus menegaskan kesan betapa suka duka yang menerpa adalah sebuah perjuangan mutlak seorang mahasiswa yang harus merasakan makan saja susah. Namun, ia menganggap semua itu sebuah berkah dari Allah Swt atas kegigihannya selama ini. Setidaknya ia dapat mengenyam pendidikan di bangku kuliah berkat beasiswa. Masterpiece seorang mahasiswa sederhana bermental baja.
Mahasiswa sederhana itu bernama
Farid Gaffar, Ia adalah seorang anak
yatim yang telah ditinggalkan oleh sang
Ibu semenjak berusia 3 bulan. Usia
dimana dekapan ibu menjadi dekapan paling hangat dibandingkan dekapan siapa pun
dari penjuru dunia. Usia dimana kasih
sayang ibu seperti telaga kautsar yang melepaskan dahaga dalam seketika. Namun
semua itu tidak dirasakan oleh lelaki berkulit putih itu. Nostalgia bayangan
wajah ibu pun tak tersimpan di memorinya.
Bukan karena melupakan
begitu saja, tetapi karena memori
yang masih terlalu muda untuk menyimpan
kenagan bersama sang ibu.
Hingga akhirnya
ditinggalkan untuk selamanya.
Sang ibu terserang penyakit setelah
menjalani persalinan. Menurut pendapat orang-orang tua, ibunya itu terserang
penyakit karena adanya ilmu ghaib semacam santet yang dikirim oleh orang berhati jahannam. Usut punya usut, santet itu
tujuannya kepada sang suami, tapi justru salah sasaran. Singkat cerita, banyak
yang menginginkan sang ibu yang rupawan. Tetapi, nasib berkata lain, kecantikan
yang menawan berujung petaka.
Mungkin masa kecil Farid sesuai
dengan pribahasa yang berbunyi, “Ibu
Mati, ayah berjalan” Sepeniggal ibunya, Farid kecil tak tinggal bersama
sang ayah. Ia di abaikan, kerena sang ayah memutuskan untuk menikah lagi. Farid
kecil pun diasuh oleh neneknya,
dua tante yang perawan tua dan satu tante yang masih remaja. Farid kecil tumbuh
menjadi anak yang tekun, rajin, dan sederhana. Sepulang sekolah, ia menggembala kerbau
milik neneknya, di lakukannya dengan senang hati. Menyusuri pematang sawah dan
duduk manis di atas punggung kerbau peliharaannya. Beda halnya dengan adik
tiri yang menyebalkan., sangat cengeng
dan manjanya bukan kepalang. Hanya perkara sepele soal makanan saja Farid harus
mendapat cambukan tampa ampun Knok out. Farid
berlari terbirit-birit mencari perlindungan ia berlindung di balik pohon mangga
deko sambil menjerit kesakitan karena cambukan sang ayah. Nampaknya, sudah tidak ada lagi kasih
sayang dari sang ayah yang
ia torehkan kepada anak yang malang. Hingga bekas cambukan itu ia bawa bersama
luka perih tiada terperi hingga ia dewasa.
Terlepas dari kenangan pahit masa
kecilnya itu, Farid bertahan tak gentar mencoba tetap tegar dan tumbuh menjadi
Farid dewasa yang berkarakter. Kebiasaan sederhana ia bawah hingga ia dewasa
sebagaimana kenyataan hidupnya saat itu. “Tak
ada lemari kardus pun jadi” Di asrama tempat ia tinggal, ia memiliki
sahabat yang senasib dengan dirinya. Sahabtnya itu bernama Kholid.Tubuh tinggi
semampai dan sedikit kemayau.Usut punya usut, lelaki berusia 21 tahun itu
piawai dalam membuat kue kering maupun kue basah. Demi menambah pundi-pundinya,
ia memanfaatkan waktu diluar jam kuliah untuk membuat kue seperti kue donat,
roti goreng dan kue dadar. Tak lain tak bukan kue-kue itu ia jajakkan di kantin
kampus. Sementara Farid sendiri menjadi guru private sebagai guru mengaji di
salah satu rumah di perumahan eliet yang ada di Makassar. Itulah potret kehidupan
dua mahasiswa yang tak kenal putus asa. Berjuang mempertahankan kuliah mereka
untuk meraih kecemerlangan meraih masa depan yang gemilang.
Hari itu tak seperti biasanya, ia datang berkunjung ke
rumah tante dengan membawa sesuatu yang
berbeda. Biasanya ia datang bersama
teman lelaki apabila usai PKL di Pengadilan Agama sekalian mampir. Tapi kali
ini, ia datang bersama seorang wanita yang tak pernah ditemui sebelumnya. Olala, barangkali Farid
telah menemukan tambatan hatinya setelah sekian lama berkelana dalam dunia
fatamorgana.Tinggi wanita berjilbab itu sekitar 150 cm dengan balutan pakaian
yang ekstrem dan terkesan fanatik. Hanya wajah dan kedua telapak tangannya saja
yang tersingkap, yang lain terttutup rapat. Sikapnya sopan dan sangat ramah, wajahnya yang biasa saja hanya kedua bola
matanya memancarkan kebaikan dan ikhwal dirinya yang muslimah. Amboy….. Ternyata
bidadari dunia itu memang ada!
Keluarga Farid menyambut baik tamu
baru itu, karena keramahan, sikap santun dan kesalehannya, membuat ia cepat
akrab. Setelah hari tu, hari dimana kejadian berbeda itu terjadi, wanita
bernama Zahrani yang pernah di bawah oleh Farid menjadi tak sungkan untuk
datang berkunjung kembali. Bahkan ia sudah menganggap keluarga Farid sebagai
keluarganya sendiri. Terlepas
dari rutinitasnya sebagai guru TK, ia menyempatkan diri untuk datang berkunjung.
Setiap datang silaturahmi, ia pasti membawa sesuatu yang ia berikan kepada adik
sepupu Farid yang masih kecil-kecil. Setiap mendapat bingkisan tersebut,
Lia imut dan Fozan yang energik meraih
bingkisan itu dan berlari kegirangan. Senangnya bukan kepalang! Zahrani
tersenyum simpul melihat tingkah mereka yang menggemaskan.
***
Demi menyelesaikan studynya di
Al-Azhar Center Makassar program strata satu jurusan syari’ah, Farid harus
melakukan PKL selama sebulan full yakni pada bulan Rhamadan. Jika tahun lalu ia
ditempatkan di Kendari, maka kali ini ia ditempatkan di Mamuju SUL-BAR. Selama
ia disana, ia menjadi imam shalat tharwih dan pengkotbah pada Hari Raya Idul
Fitri.
Sepulangnya dari Mamuju, lelaki
bermata sipit itu mendapat info dari salah satu Ikhwa teman tausiyahnya yang
berdomisili di Mamuju bahwa ada seorang akhwat yang jatuh hati.Wanita itu
terpikat pada kelihaian Seorang Farid Gaffar di atas mimbar. Ia bersedia di lamar
dan menunggu jawaban Farid perihal niat baiknya. Wanita misterius itu adalah
salah satu dari jamaah Shalat Tarwih Masjid Al- Mubaraq tempat Farid melaksanakan
tugasnya sebagai seorang Da’i.
Farid menyambut baik info tersebut.
Tapi sebaliknya, sontak membuat keluarga
Farid tercengang mendengarkan penuturan lelaki berwajah oriental itu. Ia
memohon restu bersungut-sungut untuk mempersunting akhwat misterius yang mulai
mengusik tidur dan mengganggu selera makannya. Ia terombang ambing oleh dilema
antara rasa penasaran dan keinginannya untuk melepas masa lajang.Tante Farid
jelas tak setuju akan perihal itikad
Farid yang kurang tepat. Sepupu Farid yang berusia 16 tahun hanya diam seribu
bahasa, ia manyum tampak gusar.”Akhwat
misteritus!!“Dumal Anna dalam hati. “Benar-benar
tak sesuai dengan apa yang dibayangkan sebelumnya. Bukannya sudah ada kak Zahra
?Akwat itu belum tentu sebaik Kak Zahra yang tulus mencintai bukan lelaki
pujaan hatinya saja tapi juga mencintai keluarga pujaannya. Lagi pula mengapa
Kak Farid pengen buru-buru menikah ? Bukannya Kak Farid masih kuliah dan belum
mapan?” Gerutu Anna kian menjadi-jadi.
Tak ada yang dapat menahan itikad
Farid untuk menemui akhwat itu. Ia bersih kukuh untuk menemuinya di Mamuju.
Semua keputusan ada di tangannya sendiri, jika memang demikian keluarga Farid
memilih untuk bungkam. Meskipun petuah dan larangan hingga mulut berbusa- busa
pun lelaki bertubuh tinggi itu sudah tidak perduli. Mereka terheran-heran
melihat antusias Farid untuk meminang wanita yang disebut sebut akhwat yang
taat.Wanita misterius dan membius, benar-benar telah membius pola fikir Farid
hingga tidak dapat berfikir lurus.“Itu
keputusan yang gila !! Sangat Gila !”Pendapat gila menurut versi Anna
Amelia.
***
Seiring kepergian Farid Gaffar ke
Mamuju untuk menjemput bidadari misteriusnya, seorang wanita berusia 23 tahun
berbulu mata lentik iseng-iseng membuka akun
facebook untuk sekedar mengusir kepenatan sambil menunggu dosen yang tak
kunjung datang. Sebenarnya
sudah lewat setengah jam dari waktu yang dijadwalkan.Wanita itu mengenakan kerudung berwarna ungu muda
dengan motif polos tampak anggun. Di tepi kanan jilbabnya tertera tiga tulisan raa’ khat shulus, dapat di tebak pasti kerudungnya itu bermerk Rabbani. Namun, ia tertohok saat membaca
sebuah status yang muncul di beranda. Status yang memuat informasi itu mampu
membelalakkan kedua matanya yang sayu. Hatinya hancur berkeping-keping seperti pecahan
piring. Air matanya mengalir, darah seolah berhenti berdesir. Nafasnya
tersenggal dengan bibir yang bergetar tampak getir. Dinding di ruangan itu
seolah akan menghimpitnya, monitor menertawakannya sementara ia menjerit
merasakan saakitt yang amat sakit. “Astagfirullah,
benarkah semua itu?”Bibirnya keluh walau hanya sekedar mengatakan itu.
Apa daya, lelaki pemilik status meracau itu adalah lelaki
idamanya selama ini. Rupanya cinta itu
telah pudar seperti pudarnya warna celana
hijau tua yang sering dikenakan lelaki penggemar Edcouistik itu. Harapan yang pernah dirajut kini terurai kembali
dengan percuma. Belum juga mimpi Zahrana menjadi nyata, sudah terkulai seperti
bunga yang terinjak-injak.
***
Hari itu Suasana di luar sana
begitu terik. Tepat pukul 14:30 saat teriknya matahari seperti berada di
ubun-ubun, mobil truk roda enam bahkan roda sepuluh lalu lalang bergantian
membawa angkutan seperti pasir, batu gunung, bahkan timbunan. Asap kendaraan
truk yang mengepul dan debu kian marak beterbangan, selain karena musim
kemarau, juga faktor jalanan yang
amburadul, belum sebaik seperti saat ini. Jalanan di Poros Maccopa Amarang akan penuh kepulan debu saat mobil-mobil
raksasa itu lewat membahana memekakkan gendang telinga. Jika menjemur pakaian
dan jemurannya tepat di pinggir jalan, maka saat mobil itu lewat bersamaan
dengan datangnya angin berubu, maka pakaian itu akan beterbangan bersama
gumpalan debu-debu seperti atraksi singkat yang tak bermutu. Pukul 14:30 waktu pulang sekolah Anna Amelia. Remaja berusia 16
tahun, penggemar Shine, Boyband asal Korea yang unyu-unyu itu. Tapi, saat ini
Anna ternyata pindah hati ke Boyband asal England yakni one Direction.
Seiring dengan panasnya cuaca, Anna terhenyak
luar biasa saat melihat kakak sepupunya sedang duduk bersama seorang
wanita asing di ruang tamu. “Siapa wanita
itu”? Pembicaraan mereka nampaknya serius. “Tak lain tak bukan topik pembicaraan pasti topic yang tak ku harapkan.
Pernikahann !!” Kelakar Anna mencibir.
Tante Farid, Rambutnya yang sudah
mulai beruban seolah memberi kesan betapa berat beban yang harus dipikul janda
berusia 32 tahun beranak 4 ini, ia telah ditinggal mati suaminya 4 tahun yang
lalu karena sakit malaria. Wanita berusia kepala tiga ini terkenal orang paling
ramah di kampung itu barangkali, karena hampir semua orang berkata begitu. Ia
selalu welcome kepada siapa saja yang
datang ke rumahnya, bahkan bersikap ramah kepada calon pilihan keponakannya
yang tidak ia restui sekalipun.
Wanita yang di sebut-sebut akhwat
itu sama sekali bertolak
belakang dengan Zahrani. Akhwat yang satu itu berkulit gelap, perawakannya
sinis dengan senyum yang dipaksakan. Mengenkan kerudung siku berwarna pink muda, bercelana
jeans ketat di padukan dengan baju kemeja putih yang tidak kalah ketatnya. Membuat tonjolan lemak
di sekitar tubuhnya yang rawan nampak jelas terlihat. Wajahnya di poles dengan
bedak cream yang lengket dan sepertinya jenis cream itu tidak cocok dengan
jenis kulitnya yang berminyak sehingga tampak belepotan seperti sudah lima jam
berada di penggorengan kerupuk udang. Bedaknya itu seolah sedang berperang
dengan kulit wajahnya. Sudah jelas akurat, bedaknya itu kalah total dengan
warna kulit dan tekstur wajah yang kasar. Sungguh pertarungan yang dramatis,
ti, tis…
***
Berselang beberapa hari setelah introduction
wanita asal Mamuju itu, Anna Amelia akhirnya dapat bernafas lega. Alhamdulillah
walhasil, kakak sepupu kesayangannya itu dapat luluh, keras kepalanya tak
sekeras batu. Ia merasa tidak memiliki kecocokan dengan akhwat jadi-jadian itu.
Seolah sudah menemukan jalan buntu, Ikhwa berwajah oriental itu memilih untuk
kembali melanjutkan kuliah dan tinggal kembali di Asrama. Membawa kegagalan
cinta dan beruntun kekecewaan dari kalangan keluarga. Ia seperti mengalami
stress tingkat gawatt, bahkan Anna menganggap kakak sepupunya itu telah
mengalami hipokondria.
***
Cinta yang dibasuh oleh airmata,
akan tetap indah dan suci selamanya. Hari itu, tgl 29 Maret 2012 Farid Gaffar
telah melabuhkan hatinya dalam ikatan suci pernikahan dengan seorang wanita
muslimah yakni motifatornya setelah down dalam kegagalan pernikahannya tempo hari dengan
Akhwat itu. Kini, mereka telah berada dalam ikatan suci mahligai pernikahan
yang bahagia. Merajut hari demi hari dengan komitmen yang sama. Menjadi satu
dalam itikad dan perjuagan meraih ridha Allah. Sang ayah yang pernah kejam kini
tlah tua renta, tapi hatinya tak seperti dulu
kala. Ia turut bahagia melihat Farid kecil kini telah dewasa dan menemukan pasangan hidup tempat pelabuhan di
dermaga cintanya.
Kini Farid telah mengajar di SMP Ar-Rahmah sebagai guru Bahasa Arab
dan Zahrani Hasyim, menjadi istri salehah yang disayangi oleh keluarga Farid.
Selain itu ia tetap menjadi guru yang dicintai anak-anak didiknya di TK TPA Al-Hikmah Sesuai dengan peribahasa
yang mengatakan, garam di laut, asam di gunung tapi bertemu jua dalam satu
panci. Nah seberat apa pun rintangan dan cobaannya kalau jodoh pasti tak kan
lari kemana. Ikhtiar dan doa, biar Allah yang menentukan yang terbaik untuk
kita
Aku mencintaimu wahai kekasihku, sebelum kita
berdekatan, sejak pertama kulihat engkau. Aku tahu ini adalah takdir. Kita akan
selalu bersama dan tidak akan ada yang memisahkan kita. Jangan menangis,
Kekasihku… Janganlah menangis dan berbahagialah, karena kita diikat bersama
dalam cinta. (Khalil Gibran)
Maros, 24 Desember 2012
-----------------------
True story older cousin. Tulisan
saya 2 tahun yang lalu, saat putih abu abu masih melekat. Tugas Bahasa
Indonesia dari Ibu Chaeriah. Semoga Allah selalu merahmati beliau. :D
Mungkin ini lebih klop kalau di buat jadi novel kali' yah? Hhaaha. Rahma terlalu lancang mengekspos ini. Picturenya juga di ambil ngak bilang-bilang. Hahaa. Buat my cousin,
doakanlah sepupu kecilmu ini. Agar mampu menyulap kisah ini
menjadi sebuah novel. yah,yah...:) Katakan iya, dan aamiin kan! Kerena eh karena, tulisan di atas, saat ini entah genre nya lari ke apa? di bilang cerpen bukan juga. Novel apa lagi.
Apa pun jenisnya,tapi minumnya tetap satu. Segelas semangat untuk nulis di tengah malam. :D

Tidak ada komentar:
Posting Komentar