“Hayy.... Kenapa sedih Rah..?”
Tanya Aiy’ seraya mengelus pundak Rarah.
“Aku nangis Aiy’.”Jawab Rarah
terbata-bata
Aiy’ mengeryit, lalu menepuk jidat.”Kutau'ji, Rah nangis ki'. Tapi pertanyaanku' itu, kenapa ki' sedih?? Bukan nanya’ apa dibikin?”
Tak ada jawaban. Hanya isakan Rarah terdengar menyayat.
“Jangan diam begitu dong Rah, jelaskan mi saja ke saya. Cerita meki'.”Cecar Aiy’ sambil berusaha mengangkat kepala Rarah yang terbenam pada lingkaran kedua tangan yang tertumpu oleh kedua lutunya yang bersisian. Tak berhasil. (Battal'na tong anne Rarah). Dumal Aiy’.
“Ya sudah, kalau belum mau cerita. tenangkan mi dulu pale' dirita'. Kalau sudah yakin maki' mau cerita, ya silahkan.” Aiy’ mengelus kepala Rarah yang tertutup kerudung berwarna ungu muda. Ujung kerudungnya sudah basah oleh air mata dan lendir.
Rarah mengangguk pelan. Masih
pada posisi yang sama. Tak bergeming, hanya anggukan tanda mengerti.
Aiy’ berdiri. Lalu beranjak
pelan, menyimpan tanda tanya yang bergulat di hatinya. Ada apa gerangan dengan Rarah.?????? Akh...sahabatku. Tak seperti biasanya.
.jpg)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar